Menjelang peresmian, baru 61 ribu Koperasi Desa Merah Putih yang memiliki legalitas. Celios menilai pembentukannya bermasalah secara hukum.
Jakarta – mktipikor.id || Menjelang peresmian Koperasi Desa Merah Putih pada 21 Juli 2025, baru 61 ribu unit yang terdaftar dalam Sistem Administrasi Badan Hukum. Artinya, dari total 80.133 koperasi yang telah mendaftar, baru sekitar 76,77 persen yang memperoleh legalitas resmi.
Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi menegaskan, seluruh koperasi harus berbadan hukum sebelum peresmian agar bisa beroperasi secara sah. “100 persen nanti sebelum peresmian. Karena kalau mau dapat kredit, mau dapat pinjaman, maka badan hukum dan legalitasnya harus ada,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta Selatan, Senin, 23 Juni 2025.
Budi optimistis legalitas seluruh koperasi desa bisa selesai tepat waktu. Ia memperkirakan 3.000 hingga 4.000 koperasi dapat memperoleh status hukum setiap hari. “Saya yakin dalam satu hari, bisa 3 ribu hingga 4 ribu, jadi hingga akhir bulan nanti semuanya berbadan hukum,” katanya
Ke depan, pemerintah menargetkan setengah dari penduduk desa menjadi anggota koperasi desa sebagai bentuk partisipasi kolektif. Budi menegaskan koperasi desa harus dikelola oleh warga dan menjadi motor kemajuan desa. Ia juga meminta agar masyarakat tidak dihalangi menjadi anggota koperasi. “Siapa pun jangan dihalangi untuk menjadi anggota koperasi desa di daerah masing-masing,” ujar mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu.
Di sisi lain, pembentukan koperasi desa Merah Putih menuai kritik dari Center of Economic and Law Studies (Celios). Peneliti Celios, Muhammad Saleh, menilai pembentukan koperasi ini bermasalah dari sisi hukum dan tata kelola.
Menurut Saleh, hingga kini pemerintah belum merilis kajian hukum atau naskah akademik sebagai dasar pembentukan koperasi desa. “Baik kepala desa, NGO, akademisi, maupun masyarakat sipil tidak menerima satu pun kajian tertulis. Yang terjadi justru kepala desa diminta menonton video lalu diberi instruksi untuk segera membentuk koperasi,” ungkapnya dalam paparan riset daring, Rabu, 18 Juni 2025.
Saleh menilai hal itu melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menekankan prinsip kehati-hatian dan dasar hukum objektif. Ia juga mengkritik kurangnya transparansi kebijakan pembentukan koperasi ini. Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak mengetahui seluruh proses kebijakan dari perencanaan hingga evaluasi. Namun, menurut Celios, proses pembentukan koperasi desa berlangsung tertutup dan minim partisipasi publik.**
red**