Bipartit 2 di RSUD dr Soekardjo: JSI Menilai Perwalkot Berpotensi Melanggar Prinsip Hierarki Perundang-Undangan

Hukum2012 Dilihat

Tasikmalaya, MK-Tipikor – Musyawarah bipartit tahap 2 antara Dewan Pimpinan Cabang Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Siliwangi Indonesia (DPC LSM JSI) Kota Tasikmalaya dan pihak BLUD RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya berlangsung allot.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh perwakilan Dinas Ketenagakerjaan Kota Tasikmalaya serta perwakilan Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya sebagai pemangku kepentingan dalam permasalahan ketenagakerjaan di lingkungan BLUD dr. Soekardjo, Kamis (30/01/25).

Dalam musyawarah ini, pembahasan utama berfokus pada hak pesangon bagi pegawai tidak tetap (PTT) di lingkungan BLUD RSUD dr. Soekardjo.

Ketua DPC Lsm JSI, Dadang Suhendar menilai bahwa Peraturan Wali Kota (Perwalkot) Nomor 78 Tahun 2011, yang menjadi dasar hukum yang dipegang oleh pihak BLUD, bertentangan dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020) serta beberapa regulasi lainnya yang mengatur hak-hak pekerja, termasuk Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003) dan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang PHK dan pesangon.

“Perwalkot ini jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hak-hak pekerja tidak tetap, termasuk pesangon, telah diatur dalam UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya. Tidak boleh ada aturan daerah yang menghapus hak fundamental tenaga kerja,” tegas Ketua JSI dalam forum tersebut.

Dadang menjelaskan, prinsip hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah, Lex superiori derogat legi inferiori, yaitu peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

“Berdasarkan asas ini, jika perwalkot atau perda yang bertentangan, maka undang-undang yang lebih tinggi tetap berlaku,” tegasnya.

Sementara itu, pihak BLUD RSUD dr. Soekardjo tetap mempertahankan posisinya dengan mengacu pada Perwalkot No. 78 Tahun 2011, yang menurut mereka merupakan regulasi yang sah dalam pengelolaan tenaga kerja di lingkungan BLUD sesuai ketentuan yang berlaku.

Pada kesempatan yang sama, perwakilan dari pihak Dinas Ketenagakerjaan Kota Tasikmalaya memberikan pandangan bahwa dalam konteks hukum nasional, peraturan daerah memang tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, terutama dalam hal perlindungan tenaga kerja.

Namun, Disnaker menyebut pihaknya tidak bisa menyimpulkan bahwa aturan UU Cipta Kerja itu berlaku untuk BLUD yang mana di bawah naungan pemerintah. Sementara pihak Disnaker hanya berfokus pada bidang industrial belum mengkaji lebih jauh terkait regulasi yang diterpkan oleh BLUD.

Diskusi berlangsung dengan cukup alot, dengan masing-masing pihak mempertahankan argumennya berdasarkan landasan hukum yang mereka gunakan.

Namun, pihak JSI menekankan jika Perwalkot ini tetap diberlakukan tanpa revisi, maka dapat berujung pada pelanggaran hak tenaga kerja yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum lebih lanjut.

Hingga akhir pertemuan, belum tercapai kesepakatan final. BLUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya menyatakan akan melakukan langkah-langkah untuk mencari sulusi untuk semua pihak.

Musyawarah bipartit ini menjadi salah satu langkah penting dalam memperjuangkan hak tenaga kerja di lingkungan BLUD, dan JSI menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal proses ini hingga ada kejelasan hukum yang berpihak pada pekerja.

PERNYATAAN SIKAP: JSI AKAN DESAK PEMKOT TASIKMALAYA REVISI PERWALKOT NO. 78 TAHUN 2011 DAN PERWALKOT NO. 17 TAHUN 2017

Sebagai tindak lanjut, JSI akan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

  1.  Meminta Klarifikasi Resmi – JSI akan mengajukan surat resmi kepada Pemerintah Kota Tasikmalaya untuk mendapatkan klarifikasi terkait landasan hukum Perwalkot No. 78 Tahun 2011 dan Perwalkot No. 17 Tahun 2017, serta kesesuaiannya dengan regulasi ketenagakerjaan yang lebih tinggi.
  2. Mengajukan Permohonan Revisi – JSI akan mendesak Pemkot Tasikmalaya agar segera melakukan revisi terhadap kedua peraturan tersebut, karena dinilai merugikan tenaga kerja non-ASN dan pegawai tidak tetap di lingkungan BLUD RSUD dr. Soekardjo.
  3. Mengajukan audiensi untuk uji materi terkait perwal tersebut ke DPRD – JSI akan meminta DPRD Kota Tasikmalaya untuk ikut mengawasi serta meninjau ulang kedua peraturan tersebut agar tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi dan tidak merugikan tenaga kerja.
  4.  Melakukan Advokasi dan Aksi Sosial – Jika dalam waktu yang wajar tidak ada langkah konkret dari Pemkot, JSI tidak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah advokasi lebih lanjut, termasuk melakukan audiensi publik, aksi solidaritas, hingga menempuh jalur hukum jika diperlukan.

Menurut Ketua JSI, kebijakan daerah tidak boleh mengabaikan hak-hak pekerja yang sudah diatur dalam regulasi nasional, terutama terkait kompensasi dan perlindungan tenaga kerja.

“Kami tidak akan berhenti sampai hak-hak pekerja benar-benar ditegakkan. Pemerintah daerah harus bertanggung jawab dalam memastikan kebijakan yang mereka buat tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” tegasnya.

Hingga saat ini, JSI terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, untuk memastikan bahwa perjuangan ini mendapat dukungan luas dan memberikan dampak nyata bagi tenaga kerja di Kota Tasikmalaya.

(Deden)