Penebangan Kayu dan Kolam Mangkrak di Wilayah Ciomas Jawa Barat

Berita44 Dilihat

Penebangan Kayu dan Kolam Mangkrak di Ciomas: Dugaan Penyimpangan Pengelolaan Aset Desa Mengemuka

 

 

Kuningan, MK TIFIKOR– Praktik pengelolaan aset desa di Desa Ciomas, Kecamatan Ciawigebang, Kabupaten Kuningan, kembali menjadi sorotan publik. Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, telah terjadi penebangan kayu di atas lahan yang selama ini diolah oleh masyarakat setempat secara turun-temurun.

 

Diketahui, terdapat sekitar 50 pohon kayu, termasuk beberapa pohon bambu, yang ditebang dari lahan tersebut. Padahal, area itu telah dikelola warga selama puluhan tahun, baik untuk kebutuhan pertanian maupun sebagai sumber ekonomi keluarga.

 

Ironisnya, dari hasil penebangan tersebut, tidak ada satu pun warga yang menerima bagian, kompensasi, maupun informasi transparan terkait hasil penjualan kayu.

 

Lahan yang ditebangi selama ini dikenal oleh warga sebagai tanah garapan yang dianggap masih berstatus tanah angon milik instansi terkait, yakni dulunya berada di bawah kewenangan Dinas Kehewanan.

 

Namun di sisi lain, pihak Pemerintah Desa Ciomas menyatakan bahwa lahan tersebut telah menjadi aset desa. Sayangnya, klaim ini tidak disertai dokumen legal formal maupun bukti pencatatan dalam daftar inventaris aset desa.

Sejumlah warga mempertanyakan keabsahan klaim tersebut, sebab tidak pernah ada proses musyawarah desa, berita acara, ataupun penetapan resmi yang bisa menjadi dasar hukum atas perubahan status tanah tersebut.

 

Penebangan yang dilakukan tanpa pelibatan masyarakat maupun transparansi hasilnya, memunculkan dugaan kuat adanya pelanggaran terhadap prinsip tata kelola desa yang baik dan akuntabel.

 

Tak hanya itu, tim investigasi media ini juga menemukan persoalan lain terkait aset desa yang tak kalah serius, yaitu pembangunan kolam ikan yang hingga kini tidak difungsikan sebagaimana mestinya.

 

Kolam tersebut dibangun menggunakan anggaran desa, namun sejak rampung beberapa tahun lalu, kolam tersebut tidak pernah dimanfaatkan.

 

Menurut keterangan warga, kolam sempat disewakan kepada pihak tertentu, namun hingga kini tidak tersedia dokumen resmi yang menjelaskan siapa penyewa tersebut, berapa nilai sewanya, dan bagaimana mekanisme pembayarannya.

Tanah tempat kolam dibangun diketahui merupakan tanah bengkok milik perangkat desa bagian Kasi Pelayanan (Kaspel).

 

Namun informasi yang beredar di tengah masyarakat menyebutkan bahwa sebagian area tanah kolam tersebut telah digunakan untuk mengurug lahan rumah pribadi Kepala Desa.

 

Informasi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pemanfaatan aset desa untuk kepentingan pribadi tanpa dasar hukum yang jelas dan tanpa proses musyawarah bersama warga atau kelembagaan desa.

 

Hingga berita ini diturunkan, belum ada informasi terbuka dari Pemerintah Desa Ciomas terkait:

 

– Biaya pembangunan kolam ikan,

– Status hukum dan legalitas penggunaan lahan kolam,

– Alur penerimaan dan penggunaan uang sewa kolam,

– Serta pemanfaatan hasil penebangan kayu dari lahan garapan masyarakat.

 

Ketiadaan dokumen pertanggungjawaban dan minimnya transparansi dalam dua kegiatan tersebut tidak hanya melanggar ketentuan pengelolaan aset dan keuangan desa sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa dan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, tetapi juga memperkuat dugaan terjadinya hilangnya potensi Pendapatan Asli Desa (PADes) yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas.

 

Permasalahan ini menambah daftar panjang persoalan pengelolaan keuangan dan aset desa di Kabupaten Kuningan, khususnya dalam hal pendayagunaan tanah desa, aset produktif, serta akuntabilitas publik yang lemah.*

MH, Togar _team.