PT.Matahari Sentosa Jaya ( MSJ) Mengalami Penjarahan Aset Perusahaan Senilai Rp 60 Milyar Di Sinyalir Aparat Penegak Hukum Diam

Nasional189 Dilihat

Skandal memalukan kembali mengguncang Cimahi Selatan. PT Matahari Sentosa Jaya (MSJ) mengalami penjarahan besar-besaran atas aset perusahaan senilai sekitar Rp60 miliar, bukan oleh pencuri jalanan, melainkan oleh oknum mantan pekerja dan seorang oknum pengacara yang nekat merampok pabrik secara terang-terangan.

 

Mktipikor.id || Bandung Jawa Barat _ Aksi ilegal tersebut terjadi pada 18 September 2024. Sekelompok orang menjebol gerbang pabrik di Jalan Joyodikromo dan mengangkut mesin serta peralatan menggunakan truk fuso dengan dalih pembeli aset. Padahal pada waktu itu tidak pernah ada transaksi sah, tidak ada proses lelang, dan tidak memiliki dasar hukum. Negara terkesan tutup mata dan tutup telinga, seolah kehilangan taring.

Nama-nama seperti Fitriani, Ikin Kusmawan, dan Pepet Saepul Karim, S.H., telah resmi dilaporkan ke Polda Jabar oleh Vashdev Dhalamal pada 16 Desember 2024, melalui laporan polisi nomor LP/B/554/XII/2024/SPKT/Polda Jabar. Namun, laporan itu menguap begitu saja, tanpa penindakan, tanpa pengamanan aset. Dugaan suap pun mencuat, bahkan mencapai nilai Rp300 juta, dugaan suap itu mengarah pada satu titik yaitu mengalir ke oknum penyidik agar perkara ini dikubur dan terkesan mengaburkan perkara.

 

Baru-baru ini, Yusral Supit, pengacara dari salah satu terlapor, Ikin Kusmawan, mengklaim bahwa perkara tersebut telah dihentikan karena pelapor dianggap tidak memiliki kapasitas hukum dalam struktur PT MSJ, ia juga membantah adanya aliran suap kepada aparat.

 

SP3: Wajib Ada, Tapi Tak Pernah Ada?

Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan serius: jika memang perkara telah dihentikan, mengapa Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tidak pernah diterbitkan dan disampaikan kepada pelapor?

 

Sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, penghentian perkara oleh penyidik harus disertai penerbitan SP3 yang wajib diberitahukan kepada pelapor dan jaksa penuntut umum. Tanpa SP3, secara hukum, perkara belum sah dihentikan, dan penyidik dapat digugat melalui praperadilan.

 

Pertanyaan mendasar lainnya: jika memang tidak ada cukup bukti, bagaimana mungkin truk-truk fuso dapat bebas mengangkut mesin pabrik senilai puluhan miliar rupiah tanpa satu dokumen lelang atau proses hukum yang sah, dan luput dari pengawasan aparat?

 

Berlindung di Balik Putusan PHI, Tapi Lelang Gagal

Penjarahan ini mencoba berlindung di balik Putusan PHI No. 27/Eks-PHI/2020/PN.Bdg yang menyita 1.145 unit mesin dan 26 sertifikat tanah sebagai jaminan pembayaran hak buruh. Namun, setelah 12 kali proses lelang dinyatakan gagal, oknum-oknum tertentu, termasuk SPSI, justru menjadikan kegagalan lelang sebagai dalih untuk menjarah aset secara ilegal.

 

Kemnaker Bicara, Aparat Bungkam.!!

Surat resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan RI No. 4/75/HE.03.01/III/2025 dengan tegas melarang pengalihan sepihak terhadap aset sitaan tersebut. Namun, kenyataannya, seluruh mesin yang dijaminkan ke BRI justru telah dijual habis. Bangunan pabrik dibongkar. Fitriani dan SPSI diduga bekerja sama dengan oknum internal BRI untuk menjual aset tersebut demi keuntungan pribadi.

 

Jika tudingan ini terbukti, BRI tidak bisa lepas tangan. Fakta di lapangan membuktikan: gedung hampir rata dengan tanah, mesin lenyap.

 

Sementara itu, hanya 280 dari total 1.510 buruh yang menerima kompensasi sebesar Rp18 juta per orang. Ke mana ratusan miliar hasil penjualan aset itu? Menguap bersama keadilan di negeri ini.

 

Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp secara bersamaan, baik Fitriani, Dani (pihak BRI), maupun H. Ali, yang disebut-sebut sebagai pembeli aset, hingga berita ini diterbitkan, semuanya memilih bungkam.

 

Publik Desak: Tunjukkan SP3! Tangkap Pelaku!

 

Masyarakat mendesak Polda Jabar untuk membuka kembali kasus ini secara transparan. Jika benar ada SP3, tunjukkan kepada pelapor dan publik. Jika tidak, maka penanganan perkara ini jelas cacat hukum dan dapat digugat melalui praperadilan.

 

Agus Chepy Kurniadi, mewakili media independen, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melayangkan surat resmi ke Subdit 3 Ditreskrimum Polda Jabar.

“Kami akan kawal perkara ini hingga tuntas. Jika hukum bisa dibeli, maka negara ini benar-benar sedang sakit,” tegasnya.

 

Jika benar ada suap, pemalsuan dokumen, dan keterlibatan bank negara, maka publik berhak menuntut transparansi dan pertanggungjawaban. Ini bukan sekadar kasus perdata. Ini indikasi pidana terorganisir. Dan negara tidak boleh kalah!

 

Fakta Lapangan:

1. Laporan Polisi atas nama Vashdev Dhalamal telah diterima Polda Jabar dengan nomor: LP/B/554/XII/2024/SPKT/Polda Jawa Barat.

 

2. Bukti Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan No. B/226/III/RES.1.11/2025/Ditreskrimum telah diterima oleh pelapor.

 

3. Bukti transfer hasil penjualan aset sitaan dari pembeli kepada Sdri. Fitriani sejak 16 Desember 2024 hingga Maret 2025 mencapai total Rp6,5 miliar.

 

4. Surat No. 023/PC/FSP TSK/CMI/XII/2024 yang dikirimkan kepada Presiden RI berisi bantahan atas tuduhan pencurian mesin. Namun, isinya sangat kontradiktif dengan bukti transfer hasil penjualan aset yang diterima oleh Sdri. Fitriani.

Dilangsir : Revolusi.co.id // kilasberita.id//suaracianjur.com//kilasberita.id

Red**