Uang Siluman dan Akar Masalah Pergeseran Anggaran di NTB
Oleh : Ardiansyah Direktur Naspol NTB
)) NTB,17/08/2025.Keributan soal uang siluman di DPRD NTB tidak bisa dipandang sebagai persoalan sepele atau sekadar isu politik. Persoalan ini justru membuka tabir bagaimana kebijakan anggaran yang salah arah bisa berujung pada praktik transaksional yang merusak kepercayaan publik.
**Semua berawal dari langkah Gubernur NTB melakukan pergeseran anggaran. Padahal, sesuai prinsip tata kelola keuangan daerah, pergeseran hanya bisa dilakukan dalam keadaan mendesak atau darurat. Faktanya, tidak ada alasan darurat yang cukup kuat, sehingga langkah ini patut dipersoalkan sejak awal. Imbasnya, sejumlah pokok-pokok pikiran (pokir) mantan anggota DPRD NTB hilang, lalu muncul pola kompensasi yang disebut-sebut berupa pembagian uang.
**Belakangan, publik digegerkan dengan daftar nama yang disebut sebagai pembagi, penerima, bahkan pengembali uang siluman ke Kejati NTB. Fakta ini menguatkan dugaan bahwa praktik “bagi-bagi” memang benar terjadi. Tetapi masalah hukum yang lebih serius justru ada pada kebijakan gubernur yang menjadi akar persoalan menggeser anggaran tanpa dasar yang sahih.
**Sayangnya, arah penegakan hukum terlihat timpang. TGH Najamudin, mantan anggota DPRD NTB dari Partai PAN, yang justru melaporkan gubernur dan BPKAD ke Polda NTB, malah menjadi satu-satunya pihak yang dipanggil untuk dimintai keterangan. Ironisnya, hingga hari ini Gubernur NTB sebagai terlapor belum juga dipanggil. Publik tentu wajar mempertanyakan, apakah hukum hanya berani menyentuh pihak tertentu, sementara inti persoalan dibiarkan?
**Kasus uang siluman ini seharusnya menjadi momentum bagi penegak hukum untuk membongkar persoalan sampai ke akarnya, bukan sekadar berhenti pada siapa yang menerima atau mengembalikan uang. Gubernur NTB harus dipanggil untuk dimintai keterangan, karena dari kebijakannyalah keributan ini bermula.
**Jika hukum ingin kembali dipercaya, Kejati dan Polda NTB harus menunjukkan sikap adil, transparan, dan tidak tebang pilih. Rakyat menanti pembuktian bahwa hukum masih berdiri tegak di atas kepentingan semua orang, bukan hanya tunduk pada kepentingan segelintir pejabat.
*usman jayadi*.